Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2010

Punah

Desa itu ramai sekali. Rumah-rumah penduduk begitu rapat memanjang mengikuti kemana jalan mengarah. Berbagai fasilitas umum dan ruang terbuka telah tersedia secara lengkap. Demikian pula dengan saran ibadah. Singkat kata, desa itu benar-benar dibangun dengan perencanaan yang matang. Namun yang mengherankan adalah tidak nampak seorang manusiapun yang menghiasi jalanan maupun fasilitas-fasilitas umum. Desa itu nampak seperti sebuah pemukiman mati. Dan ternyata desa itu memang desa mati. Kini yang tinggal di desa itu hanya kepala desa yang sudah menjabat selama tiga setengah periode. Sebenarnya hal ini tidak dibenarkan menurut undang-undang yang berlaku di desa itu. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang mau menjadi pengganti dirinya menjadi kepala desa. Pilkades sudah digelar menjelang berakhirnya masa tugas sang kepala desa, akan tetapi tidak ada seorangpun yang mendatangi tempat pemungutan suara. Sebab memang penghuni desa itu kini tinggal orang-orang tua yang sudah jompo, atau minimal

Otak

Tempat pembuangan akhir di kota ini nampak semakin penuh dan bau. Beberapa bulan belakangan ini, muncul jenis sampah baru yaitu otak. Orang-orang di kota ini merasa otak sangat memberatkan kepala mereka sehingga mereka membuangnya di tempat sampah. Pada awalnya banyak pemulung yang mengambilnya untuk dijual kembali dengan harga yang memadai, namun akhirnya mereka enggan memulung sebab otak sudah tidak laku lagi, bahkan beberapa pemulungpun saat ini sudah membuang otaknya sendiri karena merasa capek harus memanggulnya ke mana-mana. Jika kau seorang yang efisien dan hemat tenaga, maka buanglah otakmu itu dan biarkan kepalamu kosong. Dengan begitu kau akan merasa dunia ini serasa lebih indah daripada biasanya. Konon dahulu kala, otak adalah hal yang paling berharga bagi manusia di kota ini. Mereka tak enggan mengupas batok kepalanya untuk memamerkan otaknya yang selalu berputar itu. Semakin cepat berputar, maka semakin tinggi nilai otak itu, dan pemiliknya tentu saja akan semakin

Sorganisasi kota

Semua laki-laki menghendaki semua perempuan selain ibu dan anaknya menjadi pelacur. Inilah yang membuat Bujono membuka sekolah pelacuran, yaitu seolah singkat setara diploma satu yang dipersiapkan untuk mendidik wanita-wanita menjadi pelacur profesional yang memahami dan menghayati etika profesi. Untuk tenaga pegajar, ia sudah mempersiapkan beberapa praktisi dari berbagai lokalisasi terkenal di seluruh negeri. Beberapa waktu yang lalu, ia sudah mendekati pejabat-pejabat terkait untuk mengurus perijinan dan menyewa beberapa beking dari kalangan terkait juga yang biasanya juga menjadi beking di berbagai pantai pijat dan arena perjudian yang dibungkus dalam kemasan arena ketangkasan. Beberapa industri tersebut di atas memang sudah menjadi pemandangan sehari-hari di negeri itu. Kemana mata memandang, maka di situ pula mata akan membentur panti pijat plus maupun super plus. Konon katanya, para pengusaha di kota ini memang didorong untuk mendirikan tempat-tempat tersebut sebab banyak p