Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2010

Paguyuban Anjing

Konon kabarnya, sekumpulan anjing yang lari dari kota mencoba membujuk kawan-kawannya di desa untuk mendirikan paguyuban anjing kota dan anjing desa. Mereka berkumpul di sebuah bangunan bekas sebuah pabrik gula yang ditutup akibat dibakar oleh massa petani tebu karena anjloknya harga tebu akibat dibukanya kran impor gula dari Thailand. Anjing-anjing dari kota nampak lebih mendominasi perdebatan dalam pemilihan ketua paguyuban tersebut, maklum mantan juragan mereka adalah pejabat kelas menengah yang memiliki kekayaan hampir sama dengan presiden, sehingga mereka memberi anjing-anjing mereka sebuah televisi sebagai hiburan. Dari televisi itulah anjing-anjing kota belajar cara berdebat dalam suatu forum sebagaimana anggota dewan berdebat dalam menyusun undang-undang. Berbeda dengan anjing-anjing desa yang cenderung diam dan manggut-manggut karena mereka juga lugu-lugu seperti majikan mereka. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya terpilihlah seekor anjing yang besar dan berbulu halu

Masafah Qoshr

Sebagai suatu bentuk rukhsoh (keringanan) bagi orang yang melakukan perjalanan jarak jauh, maka syariat memperbolehkan mereka utuk melakukan qoshr (meringkas) sholat-sholat yang memiliki jumlah rakaat empat. Dalam pembahasan ushul fikh, hikmah dari pemberlakuan keringanan ini adalah untuk mengurangi beban orang yang bersangkutan. Namun, hikmah yang demikian bukanlah sesuatu yang reliabel, sehingga diperlukan suatu tolok ukur pasti untuk menentukan kapan seseorang mendapatkan hak untuk melakukan qoshr sholat. Melalui suatu pembahasan yang panjang, akhirnya dipilihlah “perjalanan” sebagai tolok ukur tersebut. Sehingga dapat diambil suatu aturan barang siapa yang melakukan perjalanan dalam batas tertentu, maka ia mendapat keringanan qoshr sholat. Persoalan akan muncul kembali ketika kita memperhatikan indikator “perjalanan” ini. Apakah yang dimaksud adalah jarak tempuh perjalanan sebagaimana kita praktekkan selama ini atau waktu tempuh. Sebab, dengan perkembangan moda transportas

Mau’idzoh Mbah Dukun

Petruk termenung sendirian di kamarnya. Ia membolak balik surat dari departemen persawahan yang dia terima dua hari yang lalu melalui seorang tukang pos langganannya. Langganan sebab Petruk seringkali mengirim surat lamaran kerja ke beberapa departemen di Amarta melalui orang itu. Dan kali ini adalah yang ke seratus dua puluh satu ia berhubungan dengan tukang pos itu baik masalah mengirim atau menerima surat dari luar. Di atas lemari yang sudah usang, dua buah map berwarna merah dan hijau tampak seperti ban sepeda milik pak guru Bagong yang mau meletus akibat tak kuat menahan beban. Map merah adalah map yang berisi surat masuk. Di dalamnya terdapat ratusan surat dari berbagai instansi yang menolak lamaran kerjanya. Sementara map hijau berisi surat keluar yang berisi ratusan juga arsip surat lamaran dan CV yang pernah dikirim Petruk ke berbagai instansi. Secara umum, surat-surat masuk itu selalu mengatakan bahwa instansi yang bersangkutan sedang tidak membutuhkan tenaga kerja baru, namu

Raib

Sudah lebih dari 24 jam semenjak jam kantor masuk kemarin, Senopati Unggah Mulyo belum juga muncul. Ia menghilang tanpa kabar yang jelas, bahkan istana raja melalui juru bicara yang banyak bicara “…ee maksud saya..” menyatakan bahwa raja tidak mengetahui sama sekali terkait raibnya senopati. Para wartawan yang biasanya memiliki ketajaman penciuman melebihi anjing, kini hanya seperti anjing yang kena flu, tidak bisa mencium aroma jejak sama sekali. Begitu juga para jurunujum kerajaan yang biasanya sangat tajam dalam menerka peristiwa seolah-olah mereka adalah tuhan, kini hanya bisa no comment di hadapan media. Peristiwa ini berawal ketika di kantor pusat kepolisian kerajaan, senopati yang biasanya agak tepat waktu itu tidak muncul, bahkan hingga jam kantor usai. Semua itu terjadi tanpa keterangan yang pasti, sebab memang ia tidak memberikan keterangan. Sekretaris pribadinya hanya geleng-geleng ketika ditanya wartawan seputar dimana sebenarnya posisi senopati saat ini. Ia hanya angguk-a

Uswah

Di dalam diri rosulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kamu sekalian. Tuhan menyapa hambanya dengan menggunaan bahasa hamba tersebut. Sementara hamba hanya memiliki kemampuan terbatas. Jika kita menanyakan bagaimana bentuk tuhan kepada kuda, maka ia akan menggambarkan tuhan dalam bentuk kuda, begitu juga jika kita bertanya kepada sapi, kucing ataupun ayam bahkan juga manusia. Hal ini menunjukkan kecenderungan sekaligus keterbatasan makhluk untuk berorientasi pada diri sendiri. Sehingga, ketika kita berbicara mengenai tauladan yang baik dalam diri rasul, maka kita tidak bisa lepas dari sisi kemanusiaan rasul dan untuk sejenak melepaskan derajat nubuwahnya. Jika kita ingin memotivasi seekor kuda, maka kita harus tunjukkan padanya kuda lain yang lebih berprestasi. Sebab kuda tidak akan bisa menyontoh manusia atau hewan lain sebagai bentuk teladan. Dengan demikian, menghadirkan uswah dari diri rasul sekali lagi harus dengan sejenak menghindari peranan wahyu (apple to apple). Kita a

Teks Sosial (sebuah pengantar)

Tulisan ini merupakan bagian awal dari rangkaian tulisan yang direncanakan dengan fokus melihat fenomena sosial sebagai sebuah objek yang akan dikaji mengikuti kaidah bahasa. Tema tentang ini pernah dimuat dalam blog ini meskipun hanya sebuah pengantar yang jelas mungkin kurang sempurna dan komprehensif berjudul “Teori Konsumsi (Studi Komparatif dengan Pendekatan Semiotika Postmodern)”. Tulisan tersebut pada awalnya adalah salah satu tugas untuk mata kuliah Management Economic di MM Unila. Kecenderungan menggunakan pendekatan linguistik dalam membedah fenomena sosial sebenarnya bukan merupakan hal baru. Pendekatan ini meruntuhkan fondasi besar humanisme yang diusung oleh Descartes. Secara umum, pendekatan ini mengatakan bahwa manusia dan segala perilakuya adalah bentukan lingkungan sekitarnya yang bekerja layaknya sebuah kata dalam lautan bahasa. Artinya manusia adalah sebuah bagian kecil dari sebuah sistem besar yang bekerja mengikuti logikanya sendiri. Kemandirian (subyektifitas

Republik Main-Main

Sudah hampir tiga periode ini aku menjadi presiden di negara ini. Sudah banyak yang aku korbankan kepada rakyat, tapi nampaknya lebih banyak yang dikorbankan rakyat kepadaku, jadi sudah sesuai dengan cita-citaku, menjadi presiden harus untung. Ini masalah investasi man, business is business . Menurut penasehat ekonomiku, bulan-bulan ke depan negara ini akan mengalami masa kemarau panjang, harga bahan pangan, sandang dan papan akan melonjak naik. Hal itu tentu akan mendorong naiknya harga-harga barang lain, sehingga inflasi melambung ke angkasa. Tapi aku sudah menyiapkan beberapa kebijakan strategis yang sudah dikonsultasikan kepada para pakar dari luar negeri yang dikirim oleh sebuah lembaga internasional ke negeri ini beberapa tahun yang silam. Kebijakan pertama adalah tentang sandang. Tingkat pertumbuhan penduduk masih bisa diimbangi dengan tingkat pertumbuhan industri tekstil, tetapi efisiensi harus digalakkan supaya tidak ada lagi orang yang membuang-buang kain dengan memakai

Humanisme yang Terkoyak

Minimal ada dua hal yang mengemuka dalam cerpen perjalanan karya Finsa E Saputra Kompas Minggu ini. Kedua-duanya merupakan simpul dari matinya humanisme. Humanisme boleh dikata mati akibat hilangnya makna yang digerogoti pragmatisme kapitalis dan juga oleh fanatisme sektarian. Nuansa pertama adalah hilangnya kedalaman dalam pola pikir masyarakat. Semangat pragmatisme yang mengukur segalanya dengan materi telah membuat seorang sarjana kebudayaan menjadi penggangguran yang tak berharga. Ia terasing dalam masyarakatnya yang memuja materi nan praktis. Pekerjaan kebudayaan bukanlah suatu yang menarik karena memang bisa dikatakan tidak mengandung nilai materi yang luar biasa. Fenomena ini menjadi sebuah fokus perhatian Yasraf Amir Piliang, seorang pemikir kebudayaan Indonesia dalam bukunya hipersemiotika. Dengan kondisi masyarakat yang sedemikian rupa, nampaknya sulit untuk mengajak mereka berfikir jauh kedepan dan mendalam. Kondisi ini merupakan suatu bencana bagi kemanusiaan. Jargon cog

Tabung Gas dari Kaleng Bekas: Njeblug

Sudah nasibku menjadi orang kaya, sebab memang orang tuaku adalah orang yang kaya raya. Sudah nasib orang tuaku menjadi orang kaya raya sebab kakekku adalah seorang hartawan. Suah nasib kakekku menjadi hartawan sebab nenekku adalah putri tunggal seorang yang memiliki sawah hampir seluas kecamatan ini. Sudah nasib ayah nenekku memiliki sawah seluas kecamatan ini sebab ayah dari ayah nenekku adalah bangsawan. Dan menjadi nasib para bangsawan waktu itu bila memiliki tanah yang luas, karena ia memang dilahirkan untuk itu. Jadi bila dirunut terus, memang nasib menggiringku menjadi orang yang kaya di negeri ini. Bulan ini, mobilku tambah lagi sebab mendapat bonus dari seseran proyek yang di mark up oleh kacungku yang cerdas itu. Ia ku beri beasiswa kuliah lagi di S2 supaya akal tipu-tipunya menjadi berkembang dan ilmiah. Pekan lalu ia diwisuda dengan nilai yang tidak megecewakan, bayangkan IPK-nya 3,99, praktis tinggal 0,01 poin lagi ia mencapai nilai sempurna, suatu capaian yang tida

caleg

Nak, kalau engkau baca surat ini, mungkin bapak sudah berada di tempat yang cukup jauh. Bukan berarti bapak meninggalkanmu, tapi ini hanya untuk sementara saja. Jangan khawatir, uang jajan dan segala keperluan kamu dan ibumu sudah bapak siapkan. Tadi bapak sudah ke bank untuk transfer uang itu ke rekening ibu. Nak, kamu harus tahu, bahwa bapak sangat sayang sama kamu, dan juga pasti sayang sama ibu kamu, kalau tidak sayang mana mungkin kamu lahir, bukankah keberadaanmu sudah cukup jadi bukti besarnya kasih sayang bapak kepada ibu kamu. Karena bapak sayang sama kamu dan ibumu, maka bapak untuk sementara pergi. Yah, paling lama satu bulan dan jangan khawatir, bapak tidak akan selingkuh seperti kemarin-kemarin, bapak sudah kapok tidak dinafkahi sama ibumu. Nak, permasalahannya sangat rumit, tapi baiklah, bapak mau cerita sama kamu, mudah-mudahan kamu bisa mengambil hikmahnya, syukur-syukur kamu dapat memberi solusi kepada bapak. Ceritanya begini Dua hari yang lalu, pak Agus, ketua DPC Pa