Politik Ketiak

Anak-anakku, kalian harus selalu bernaung di ketiakku selama aku masih mampu. Ingat, bapak kalian ini mendapatkan kehormatan sebagai lurah ini juga tak lepas dari naungan ketiak kakek kalian yang dulu adalah seorang komandan hansip yang tegas dan kereng. Pada waktu itu, kejantanan seseorang diwakili oleh ketegapan tubuh dan ketegasan dalam bersikap dan berkata-kata. Itu semua adalah atribut yang melekat dalam diri pribadi seorang hansip. Oleh sebab itu, setelah pensiun dari jabatan komandan hansip, kakek kalian mencalonkan diri menjadi lurah. Kalian tentu bisa menebak-kan? Para ibu-ibu, gadis-gadis dan remaja putri yang dadanya baru berbuah yang sangat tergila-gila dengan laki-laki seperti kakek kalian, pasti akan memilih mencoblos kakek daripada calon lurah yang lain. Dan memang ada bukti empiris yang mendukung hal itu. Dari laporan sebuah survei lembaga independen, diketahui bahwa tujuh puluh lima persen pemilih kakek adalah kaum hawa. Dari tujuh puluh lima persen itu, lima puluh persen berumur antara tujuh belas tahun hingga dua puluh lima tahun, sisanya terdiri dari usia dua puluh lima hinggga usia menopause. Sementara dilihat dari status perkawinan, ternyata lima puluh persen pemilih kakek adalah wanita yang sudah bersuami dan memiliki anak minimal satu.

Apa kesimpulan yang kalian dapatkan? Ya..kamu benar, dilihat dari status perkawinan, dapat diketahui bahwa ternyata para istri tidak puas dengan citra kejantanan suami-suami mereka, makanya mereka mencoblos kakek. Tapi ada satu kesimpulan yang harus kalian camkan selama nafas kalian masih berhembus, bahwa kekuasaan akan melekat pada sesuatu yang menggembol aura kejantanan. Tinggal trend pemaknaan kejantanan itu bagaimana sekarang seiring dengan perubahan model pemikiran. Itulah yang harus kalian kejar. Sementara kalian belum memiliki aura kejantanan secara mandiri, maka bernaunglah diketiakku ini, ketiak bapak kalian yang telah terbukti mampu menggenggam kendali kuasa di sini, di desa ini.

Meskipun dulu bapak kalian ini mengekor dan bernaung dalam ketiak kakek, tapi bapak berhasil menangkap arah ke mana citra kejantanan akan dimaknai. Kaum hawa pada saat itu mendambakan seorang jantan yang berotak. Itulah sebabnya, bapak ngeyel untuk sekolah lagi meskipun telah menyandang titel perwira di dinas kehansipan. Dengan dua bekal itu, hansip dan otak yang cerdas, bapak mampu menggantikan kakek kalian yang mulai mundur dengan teratur. Walhasil, kendali kuasa masih berada dalam genggaman keluarga kita hingga detik ini. Kalian paham maksudku? Ya, kalian harus mampu menangkap ke mana arah pemaknaan citra kejantanan dalam beberapa dekade kemudian sehingga tatkala ketiak bapak kalian ini sudah mulai rapuh, kalian telah memiliki aura kejantanan, modal utama menggenggam kendali kuasa.

Anak-anakkku, menurut pengamatanku, pemaknaan citra kejantanan saat ini mulai bergerak menuju arah perluasan makna. Citra gagah dan tegas era kakek dulu, sekarang nampakya mulai ditinggalkan. Orang tidak lagi bercita-cita atau mengawali karir sebagai hansip untuk menapaki tangga kuasa, sebab hansip saat ini telah dikebiri nafsu kuasanya. Kurikulum pendidikan hansip telah diorientasikan untuk menjadi laki-laki yang pandai berkelahi sehingga jika ada desa lain yang berani-berani ngeluruk desa kita, maka hansip kita pasti mampu untuk mengatasinya. Begitu juga jika ada salah seorang warga kita yang coba-coba menggulingkan kekuasaan lurah yang sah, maka hansip pasti akan bertindak. Dari sini saja dapat diketahui bahwa hansip memang telah dikaluarkan dari lingkar kendali kuasa.

Namun citra kejantanan yang melekat dalam kecerdasan otak nampaknya masih bertahan hingga kira-kira dua dekade mendatang. Seorang yang akan menjadi pemegang kendali kuasa, haruslah seorang yang memiliki kompetensi dalam bidang akedemik. Maka jangan heran jika saat ini, para RT, RW dan pemimpin-pemimpin Karang Taruna maupun imam-imam tahlil banyak yang melakukan studi lanjut untuk memambah beberapa huruf konsonan di belakang nama mereka, meskipun banyak juga yang jualan huruf-huruf tersebut.

Anak-anakku, untuk mempersiapkan kalian menjadi pemegang kendali kuasa pasca bapakmu ini, bapak telah melakukan sebuah ramalan gerakan pemikiran tentang citra kejantanan dalam dua dekade mendatang. Ketika saat itu tiba, nampaknya citra kejantanan tidak hanya cukup diwakili oleh huruf-huruf konsonan diakhir nama, melainkan harus berupa tindakan nyata yang cenderung melanggar konsensus bersama selama ini. Gejala ini sebenarnya telah dimulai beberapa waktu yang lalu ketika pemahaman keberagamaan kita didekonstruksi dan dimaknai ulang oleh beberapa orang yang telah mendapat sedikit pemahaman tentang agama dan sedikit cahaya ilahi. Anakku, gerakan itu justru berasal dari kaum agama, ya pemimpin tahlil dan imam musholla itu adalah penggerak arah pemaknaan citra kejantanan akhir-akhir ini. Kalian harus mengamati dengan cerdik langkah mereka lantas memanfaatkan opini yang terbentuk dari gerakan mereka untuk membangun citra kejantanan kalian. Jadi, ibarat kalian menggepuk maling, tapi menggunakan tangan orang lain. Dengan demikian, kalian akan semakin cepat keluar dari naungan ketiak bapak kalian ini, sehingga kalian bisa ikut-ikutan mencalonkan diri menjadi ketua RT atau ketua RW tanpa harus mengembol nama bapak seperti yang selama ini telah kalian lakukan. Hal itu tentu akan semakin membantah opini publik bahwa bapak sedang menjalankan politik kekeluargaan dengan mengikut sertakan anak-anaknya dalam beberpa pemilihan RT dan RW ataupun dengan merekomendasikan sebagai salah satu pemimpin paguyban.

Ingatlah nak, pemilihan lurah tinggal beberpa tahun lagi. Diantara kalian saat ini memang sudah ada yang menjadi ketua RT atau ketua RW yang sudah barang tentu menjadi modal utama bagi pencalonan bapak periode berikutnya. Namun jika kalian salah dalam memaknai citra kejantanan di masa mendatang, bukan hal yang mustahil jika genggaman keluarga kita terhadap kendali kuasa akan berahir dalam satu dua generasi ini. Ini pula yang harus kalian tekankan pada anak cucu kalian nantinya.

Terakhir, citra kejantanan juga harus dipupuk dengan menggunakan sosialisasi yang kontinyu dan periodik guna mengarahkan kendali opini publik. Tahukah kalian bahwa pada masa menjelang pensiun dari dinas kehansipan dulu, saat-saat dimana kakek mencalonkan sebagai lurah, kakek kalian telah menderita impotensi akut. Namun berkat sosialisasi dengan menggunakan mesin politik yang tangguh, kakek kalian tetap menjadi ikon kejantanan sehingga menang dalam pemilihan lurah. Selain itu, jangan pernah berpoligami, sebab istri yang sah selalu mengikatmu dalam berbagai hal yang diamati dengan tajam oleh orang lain lebih-lebih tukang gunjing yang menerbitkan gunjinagan mingguan itu. Cukuplah satu istri saja yang sah, dan jika masih kurang carilah wanita dan simpanlah rapat-rapat. Sebab, menurut pengamatanku, mainstream gerakan pemikiran tentang citra kejantanan sangat mengecam tindak poloigami. Sudah banyak tokoh kita yang jatuh akibat kesalahan dalam me-manage jimatnya sehingga mereka kehilangan wibawa. Dan camkanlah, bahwa sekali wibawa telah hilang, maka seratus tahun untuk membangunnya adalah waktu yang paling singkat, artinya jangan sekali-kali kalian mengabaikan unggah-ungguh sebagai tokoh publik.

Nah, itu saja yang dapat bapak nasehatkan, kembalilah ke pos kalian masing masing, lengkap dengan seragam masing-masing, entah RT, RW, Karang Taruna, Imam tahlil, imam musholla atau apapun, yang penting satu hal, jaga kebersamaan keluarga kita agar tetap dipercaya untuk memegang kendali kuasa hingga akhir zaman nanti.

Jalan Kopi no 09, Senin 18 April 2011, 09:23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Dinding yang Berdetak

Dhoroba Zaidun ‘Amron*

Atheis