Khoo Ping Hoo: Pembelajaran filsafat untuk awam
Lemahnya otot rahang bawah manusia menyebabkan lenturnya pita suara. Karena lemahnya ini, hampir bisa dipastikan bahwa seseorang akan terungkur tak berdaya jika rahang bawahnya mengalami benturan keras akibat pukulan atau yang lain. Namun hikmah dibaliknya sangat luar biasa, lenturnya pita suara akibat lemahnya otot ini membuat manusia mampu meniru segala macam suara yang ada di dunia ini. Dampak lanjutannya, manusia mampu berdialektika dengan sesamanya seiring dengan perkembangan bahasa yang digunakan manusia untuk membedakan komponen alam yang ada dihadapannya. Bermula dari bahasa inilah –sesuatau yang tidak terjadi pada mahkluk lain- manusia berusaha untuk mengenal lingkungan sekitarnya hingga sampai pada pertanyaan-pertanyaan rumit seputar motif diciptakannya manusia. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam tahap selanjutnya menjadi fokus kajian dari ilmu filsafat. So, filsafat merupakan sebuah bidang yang amat serius dan tidak pragmatis sehingga sulit ditemukan peminatnya di kalangan generasi muda.
Sebenarnya bila ditelaah lebih lanjut, pertanyaan-pertanyaan yang dicarikan jawabannya dalam filsafat adalah untuk menentukan kedirian manusia sehingga manusia mampu untuk bertindak di dunia sesuai dengan peran yang ia emban. Dengan kata lain, filsafat mencoba untuk mencari tahu dimana peran yang diemban manusia sesuai dengan yang dikehendaki penciptanya. Terlepas dari mati atau tidaknya filsafat akhir-akhir ini, harus diakui bahwa sebenarnya penyampaian filsafat melalui buku-buku dirasa kurang efektif, karena hanya mengarah pada jiwa-jiwa yang memang sudah siap untuk mengunyahnya. Para penulis cenderung menggunakan pendekatan yang seringkali tidak membumi. Padahal, mengingat urgensi filsafat bagi manusia, seharusnya penyampaiannya dikelola sedemikian rupa sehingga bisa dinikmati berbagai kalangan.
Bagaimana dengan KPH
Pengenalan saya dengan karya KPH sebenarnya sudah dimulai semenjak awal SMA. Pada waktu itu, seorang guru bahasa inggris , Bp Ahmad Salim selalu membawa dan membaca buku-buku KPH sambil terus mengkampanyekannya sebagai Ihya Ulumuddinnya. Saya hampir tidak tertarik sama sekali dengan cerita itu. Belakangan ketika mulai mengambil kelas s2 di MM Unila, saya mulai mendownloaad semua novel-novel lawas khususnya yang berbau silat. KPH tak lepas dari incaran saya. Meski demikian, hingga semua seri berhasil saya dapatkan, saya belum memiliki minat untuk membaca karya-karya KPH. Saya lebih tertarik dengan Bastian Tito. Dan baru setelah Bastian Tito membuat saya bosan, saya beralih kepada KPH, dan Bu Kek Sian Su adalah yang pertama kali saya baca. Belum sampai tamat membaca, saya benar-benar terpesona akan indahnya jalan hidup yang ditawarkan oleh KPH….rasanya saya bertemu dengan pemikiran-pemikiran cak Nun dalam setiap forum di Kasihan. Aroma cinta “sejati”, hidup moderat, keluar dari segala oposisi biner dan yang lain sebagainya merupakan siraman salju yang tiada tara sejuknya bagi saya. Mulai saat itulah, saya mengkampanyekan KPH bagi teman-teman saya. Dalam KPH, saya menemukan seorang guru kehidupan yang luar biasa. Alur cerita dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh KPH untuk menyiapkan jiwa pembaca akan nilai yang akan diungkap belakangan. Emosi digiring sedemikian rupa hingga ketika pembaca dianggap telah siap, maka KPH akan menghantam emosi pembaca dengan muatan-muatan filosofis yang luar biasa. Kita bisa dibuat terengah-engah merasakan indahnya jalan hidup dan kekuatan cinta “sejati” yang ditawarkan KPH.
Dengan melihat efek domino yang ditimbulkan, saya dapat menyimpulkan bahwa KPH adalah orang yang telah mencapai suatu titik capaian para filosof, bahkan ia mampu menyampaikannya kepada publik dengan suatu pendekatan yang orisinil. Ia tidak berkutat pada teori-teori muluk yang hanya bisa dipahami oleh para terdidik saja, tetapi dapat menembus semua kalangan.
Akhiron, suatu pendekatan pengajaran the way of life yang sangat menarik dapat anda temukan dalam karya-karya KPH dengan kemungkinan besar anda tidak menyadari bahwa anda sedang di ajar filsafat hidup oleh sang maestro.
Sebenarnya bila ditelaah lebih lanjut, pertanyaan-pertanyaan yang dicarikan jawabannya dalam filsafat adalah untuk menentukan kedirian manusia sehingga manusia mampu untuk bertindak di dunia sesuai dengan peran yang ia emban. Dengan kata lain, filsafat mencoba untuk mencari tahu dimana peran yang diemban manusia sesuai dengan yang dikehendaki penciptanya. Terlepas dari mati atau tidaknya filsafat akhir-akhir ini, harus diakui bahwa sebenarnya penyampaian filsafat melalui buku-buku dirasa kurang efektif, karena hanya mengarah pada jiwa-jiwa yang memang sudah siap untuk mengunyahnya. Para penulis cenderung menggunakan pendekatan yang seringkali tidak membumi. Padahal, mengingat urgensi filsafat bagi manusia, seharusnya penyampaiannya dikelola sedemikian rupa sehingga bisa dinikmati berbagai kalangan.
Bagaimana dengan KPH
Pengenalan saya dengan karya KPH sebenarnya sudah dimulai semenjak awal SMA. Pada waktu itu, seorang guru bahasa inggris , Bp Ahmad Salim selalu membawa dan membaca buku-buku KPH sambil terus mengkampanyekannya sebagai Ihya Ulumuddinnya. Saya hampir tidak tertarik sama sekali dengan cerita itu. Belakangan ketika mulai mengambil kelas s2 di MM Unila, saya mulai mendownloaad semua novel-novel lawas khususnya yang berbau silat. KPH tak lepas dari incaran saya. Meski demikian, hingga semua seri berhasil saya dapatkan, saya belum memiliki minat untuk membaca karya-karya KPH. Saya lebih tertarik dengan Bastian Tito. Dan baru setelah Bastian Tito membuat saya bosan, saya beralih kepada KPH, dan Bu Kek Sian Su adalah yang pertama kali saya baca. Belum sampai tamat membaca, saya benar-benar terpesona akan indahnya jalan hidup yang ditawarkan oleh KPH….rasanya saya bertemu dengan pemikiran-pemikiran cak Nun dalam setiap forum di Kasihan. Aroma cinta “sejati”, hidup moderat, keluar dari segala oposisi biner dan yang lain sebagainya merupakan siraman salju yang tiada tara sejuknya bagi saya. Mulai saat itulah, saya mengkampanyekan KPH bagi teman-teman saya. Dalam KPH, saya menemukan seorang guru kehidupan yang luar biasa. Alur cerita dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh KPH untuk menyiapkan jiwa pembaca akan nilai yang akan diungkap belakangan. Emosi digiring sedemikian rupa hingga ketika pembaca dianggap telah siap, maka KPH akan menghantam emosi pembaca dengan muatan-muatan filosofis yang luar biasa. Kita bisa dibuat terengah-engah merasakan indahnya jalan hidup dan kekuatan cinta “sejati” yang ditawarkan KPH.
Dengan melihat efek domino yang ditimbulkan, saya dapat menyimpulkan bahwa KPH adalah orang yang telah mencapai suatu titik capaian para filosof, bahkan ia mampu menyampaikannya kepada publik dengan suatu pendekatan yang orisinil. Ia tidak berkutat pada teori-teori muluk yang hanya bisa dipahami oleh para terdidik saja, tetapi dapat menembus semua kalangan.
Akhiron, suatu pendekatan pengajaran the way of life yang sangat menarik dapat anda temukan dalam karya-karya KPH dengan kemungkinan besar anda tidak menyadari bahwa anda sedang di ajar filsafat hidup oleh sang maestro.
Gedung Meneng, 21 Mei 2010
Komentar
Posting Komentar