Hakikat Berfikir Strategis

Prolog
Kuliah menstra yang diberikan oleh pak Amin Wibowo PhD ternyata sangat lumayan dan keluar dari kungkungan teknis kecil-kecilan. Dan umumnya memang apa yang diberikan oleh para dosen tamu di MM Unila memang sengaja diarahkan kepada filosofi ketimbang hal-hal yang berbau teknis. Hanya sayangnya, apa yang disampaikan oleh pak amin terjadi di belakang, yaitu pada pertemuan penutup kuliah manajemen strategi. Andai kata tidak, maka menstra akan menjadi sangat menarik karena hal-hal teknis diberikan setelah kita memahami esensi secara keseluruhan dari mata kuliah. Ya..penyesalan hanya terjadi di belakang, kalu tidak mana mungkin di namakan penyesalan.
Berpikir strategis sangat sederhana
Sebenarnya berfikir strategis adalah sangat-sangat sederhana, yaitu kita mencoba keluar dari masalah-masalah kecil nan teknis menuju pola pikir secara menyeluruh yang melihat segala sesuatau sebagai suatau yang saling terkoneksi. Itu mengapa posisi strategis berada di atas wilayah fungsional keuangan, pemasaran operasi dan SDM.
Hal semacam ini mungkin juga belum ada di Nurul Ummah sehingga pada raker tahunan yang pernah saya ikuti waktu itu, porsi pembahasan hanya mengarah pada hal-hal rutin belaka. Belum mengarah pada sinkronisasi program dan sumberdaya yang ada. Kalaupun ada program baru, itupun hanya mengarah pada agenda kecil yang seringkali belum terencana dalam grand agenda. Salut buat pak Yansah yang mencoba mendudukkan organisasi pada bentuk ideal yang professional. Hanya nampaknya, pemikiran pak Yansah belum bisa diikuti oleh sebagian besar pembesar yang ada di nurma. Bahkan bos di Diniyah yang notabene mengambil master di manajemen pendidikan juga lebih sering terjebak pada aktifitas teknis, atau mungkin saya yang salah menilai? Wallahu a’lam.
Hilangnya peran strategis inilah yang emudian menghantui segenap organisasi underbow (unit kegiatan di nurma), sehingga peran yang ada hanyalah peran-peran manajer. Memang untuk ukuran manajer, cukup banyak pemimpin unit kegiatan yang mumpuni, namun sayang belum ada keinginan dan mungkin lebih pada kesadaran untuk bernigrasi kepada pemikiran strategis.
Tumpang tindih job antara satu dan lain unit kegiatan nampaknya juga masih sering terjadi. Dimana masing-masing unit kegiatan masih mempertahankan fungsi perlengkapan, padahal pada tingkatan pusat sudah ada kerumahtangggaan. Rasanya tgas pak yansah selaku satu-satunya orang yang memahami manajemen strategik di nurma semakin berat. Para master manajemen pendidikan cetakan UIN tampaknya harus berkaca pada kemampuan pak yansah tersebut. Atau barangkali perlu membandingkan UIN Sunan Kalijogo dengan UNY? Rasanya itu bukan kompetensi saya, bahkan selain itu, kasus pak Yansah dan beberapa master dari UIN mungkin tidak bisa kita generalisisr begitu saja.

Gedung Meneng, 9 Juni 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Dinding yang Berdetak

Dhoroba Zaidun ‘Amron*

Atheis