Just in time

Dalam manajemen persediaan, kita mengenal konsep just in time sebagai salah satu konsep paling efisien. Bagaimana tidak efisien jika barang yang kita butuhkan datang beberapa detik sebelum barang tersebut kita gunakan. Sudah barang tentu kita tidak memerlukan gudang penyimpanan untuk menampung barang tersebut. Sehingga efek domino selanjutnya adalah kita tidak lagi memerlukan gudang dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Walhasil, biaya produksi dapat ditekan dan produk dapat kita launching dengan harga yang relatif rendah. Akan lebih menarik jika konsep ini kita tarik kedalam konsep kehidupa kita sehari-hari.
Sebagian besar orang menumpukan kesejahteraan pada berlimpahnya harta benda, lepas dari butuh tidaknya kita akan benda tersebut. Sebenarnya hal ini kurang efisien. Bagaimana kita diserahi tanggung jawab untuk menjaga dan merawat harta benda yang sedang tidak kita butuhkan dengan biaya yang tidak ringan pula. Taruhlah kita memiliki mobil, maka kebutuhan kita akan mobil tersebut adalah pada saat kita menghendaki bepergian. Sementara ketika kita makan, tidur, mandi dan lain sebagainya, kita pada posisi tidak membutuhkan mobil tersebut, namun pada kenyataannya, saat itu pula kita masih memiliki tanggungan untuk memeliharanya. Bukankah sebenarnya hal ini tidak efisien? Ya…tentu benar bila sudut pandangnya adalah demikian, namun hal tersebut adalah suatu yang tidak bisa dihindari sama sekali. Dalam arti lain, setiap segala sesuatu tentu memiliki resiko dan biaya yang harus dikeluarkan sebagi pengorbanan.
Mengikuti konsep just in time, hal itu tidak harus terjadi, minimal dapat dikurangi sedemikian rupa. Konsep ini menghendaki hilangnya biaya bagi segala sesuatu yang belum kita butuhkan pada detik ini sekaligus mengupayakan tersedianya segala sesuatu tepat pada waktu yang kita butuhkan. Berdasar konsep ini, maka menumpuk segala sesuatu yang belum atau tidak kita butuhkan bukanlah hal yang dianjurkan melainkan sangat dikecam, sebab selain menimbulkan biaya tambahan tanpa imbalan masuk, juga mengurangi potensi sumber daya untuk dialokasikan pada hal yang lebih produktif. Dalam praktek riel, kita perlu melakukan skala prioritas atas penambahan asset pribadi kita supaya kita tidak kehilangan potensi untuk mendapatkan kesempatan investasi pada hal yang lebih produktif.

Bogatama, 15 Juni 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Dinding yang Berdetak

Dhoroba Zaidun ‘Amron*

Atheis