Paguyuban Anjing

Konon kabarnya, sekumpulan anjing yang lari dari kota mencoba membujuk kawan-kawannya di desa untuk mendirikan paguyuban anjing kota dan anjing desa. Mereka berkumpul di sebuah bangunan bekas sebuah pabrik gula yang ditutup akibat dibakar oleh massa petani tebu karena anjloknya harga tebu akibat dibukanya kran impor gula dari Thailand. Anjing-anjing dari kota nampak lebih mendominasi perdebatan dalam pemilihan ketua paguyuban tersebut, maklum mantan juragan mereka adalah pejabat kelas menengah yang memiliki kekayaan hampir sama dengan presiden, sehingga mereka memberi anjing-anjing mereka sebuah televisi sebagai hiburan. Dari televisi itulah anjing-anjing kota belajar cara berdebat dalam suatu forum sebagaimana anggota dewan berdebat dalam menyusun undang-undang. Berbeda dengan anjing-anjing desa yang cenderung diam dan manggut-manggut karena mereka juga lugu-lugu seperti majikan mereka.
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya terpilihlah seekor anjing yang besar dan berbulu halus sebagai pemimpin paguyuban. Ia adalah mantan anjing yang ditugaskan mengawal seorang pembesar di kepolisian. Selama bertugas, ia bepengalaman melakukan interogasi terhadap para tahanan. Ia juga mampu melakukan intimidasi dan teror mental kepada orang-orang yang dianggap mengganggu urusan majikannya. Tak heran jika kemudian iapun terpilih menjadi ketua paguyuban dengan skor angka mutlak atau aklamasi.
Saudara-saudara anjing yang berbahagia, hari ini nasib kita ke depan akan kita tentukan. Baik dan buruknya nasib bangsa kita sekarang ini sepenuhnya ada ditangan kita. Kita akan berupaya untuk membentuk sebuah tim pencari fakta untuk menyelidiki seberepa tinggi upah yang diberikan para majikan kepada anggota kita yang bekerja kepadanya. Sekarang sudah tidak jamannya lagi perbudakan, jadi setiap tetes keringat yang anda berikan kepada majikan harus mendapat imbalan yang sepantasnya. Saya sudah bosan dengan majikan yang hanya memberi anjing mereka tulang-tulang sisa makanan. Saudara-saudara yang bekerja di kota mungkin telah mendapat fasilitas yang cukup lumayan, mulai dari makanan khusus yang mahal harganya, salon kecantikan hingga latihan ketangkasan. Namun untuk saudara-saudara yang bekerja di desa, hal seperti itu nampaknya masih sangat jauh dari nyata.
Itu semua sebenarnya memang bermuara dari kita sendiri, kita kurang memperhatikan profesionalitas tenaga anjing. Untuk itu, paguyuban ini ingin menjadi fasilitator bagi saudara-saudara di desa untuk dididik menjadi anjing yang profesional, menjunjung etika dan setia terhadap majikan. Sebelum mendirikan paguyuban ini, kami sebenarnya sudah mendapat pesanan dari beberapa kolega majikan untuk mengorganisir dan mencari tenaga-tenaga baru dari desa. Nah oleh karena itu serta mengingat standar hidup anjing-anjing desa yang masih rendah, kami berinisiatif untuk mendirikan paguyuban ini demi kesejahteraan bangsa anjing.
Mulai saat itulah, paguyuban anjing kota dan ajing desa bersatu menjadi sumber pemasok tenaga anjing profesional di berbagai kota di negeri ini. Kesejahteraan anjing-anjing desa memang terangkat drastis mulai saat itu. Mereka tidak lagi tidur di lantai tanah, melainkan tidur di sebuah kandang dari besi yang mahal atau minimal mereka tidur di lantai keramik yang halus. Mereka juga tidak lagi gugup di depan kamera, bahkan mereka yang bekerja pada majikan yang kebetulan adalah artis cantik, hampir setiap hari masuk televisi. Diantara mereka ada yang seringkali pura-pura sakit, dan esok harinya sebuah acara infotainment merilis berita “anjing artis anu sakit”. Nama mereka menjadi tenar mengikuti ketenaran sang majikan. Beberapa diantara mereka yang berbadan besar juga mendapat pelatihan di instansi militer, berlatih menjinakkan bom, baris berbaris, memberi komando dan lolongan kata sandi dan lain sebagainya.
Selain tingkat kesejahteraan yang meningkat, pengetahuan dan kapasitas intelektual mereka juga meningkat. Sebab tak jarang diantara mereka ada yang dibawa ke dalam kelas-kelas kuliah oleh majikannya. Singkat cerita, kini paguyuban anjing kota dan anjing desa bersatu telah menjadi sebuah kekuatan ekonomi dan intelektual melebihi hewan-hewan yang lain. Seiring dengan meningkatnya intelektualitas mereka, meningkat pula kesadaran harga diri mereka.
Dalam sebuah kongres anjing yang ketiga, kesadaran akan harga diri bangsa anjing menjadi isu utama.
Saudara-saudara yang berbahagia, kata ketua paguyuban anjing kota dan anjing desa bersatu, saat ini kita telah menjadi hewan yang paling beradab. Oleh sebab itu, kita tidak boleh lagi hanya menjadi luapan kekesalan dari para manusia bermulut kotor yang sering mengumpat. Kita harus menyusun strategi bagaimana caranya nama kita dihapus dari kosakata manusia bermulut kotor. Dan sebagai gantinya, kita harus meletakkan nama binatang lain. Ini adalah tugas dari tim ahli untuk merumuskan nama binatang apa yang layak kita tempatkan sebagai ganti nama kita. Sementara pada tingkat operasi, adalah sudah menjadi kewajiban saudara-saudara kita yang tinggal di rumah-rumah manusia bermulut kotor untuk mengubah cara mereka memaki-maki.
Kongres selama tiga hari tiga malam di sebuah rumah bekas yang tidak berpenghuni itu ditutup dengan kesimpulan menetapkan nama kucing sebagai ganti mereka menjadi makian para manusia bermulut kotor. Dan agenda itu menjadi program unggulan yang harus diupayakan oleh semua anggota paguyuban. Di lapangan, banyak cara yang digunakan para anjing itu untuk melatih majikannya membiasakan memaki-maki dengan menyebut nama “kucing”. Ada yang pura-pura ngambek bila majikannya memaki-maki “anjing!”. Ada yang demo mogok makan selama berhari-hari, ada pula yang marah dan memelototi muka majikannya sambil memamerkan taringnya yang tajam dan putih karena rajin disikat sehari dua kali yaitu sehabis makan dan sebelum tidur.
Akhirnya, setelah dua bulan berjuang, maka nama mereka benar-benar menghilang dari kosakata manusia bermulut kotor. Dan mulailah suatu fenomena baru yang sedang trend dimana orang-orang akan memaki-maki dengan kata “kucing lo!”. Di sebuah terminal yang tak rapi, seorang penumpang marah-marah karena uang kembaliannya tidak diberikan oleh kenek buskota dan ia memaki “kucing lo”. Sementara di sebuah halaman kantor kementrian, seorang bertubuh pendek juga memaki-maki dengan suara yang keras “dasar pejabat kucing, masa minta tambahan amplop, kan gue udah kasih dia mobil mewah”. Di sebuah warung tegal, seorang tukang becak yang membaca surat kabar tiba-tiba juga nyeletuk “wah dasar kucing, masa koruptor besar dibebaskan sementara pencuri ayam diganjar lima tahun penjara”. “Memang pejabat-pejabat kita kucing semua, nggak ada yang bener. Pegimana mo bener kalo mo masuk aja udah harus bayar ratusan juta rupiah, sekali kucing ya tetap kucing” sahut yang lainnya.

Bogatama, Senin 16 Agustus 2010 5:07

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Dinding yang Berdetak

Dhoroba Zaidun ‘Amron*

Atheis