Dhoroba Zaidun ‘Amron*

Namaku Hindun, cita-citaku hanya satu, meyelamatkan ‘Amr yang selalu dipukul oleh Zaid dalam setiap kesempatan. Bayangkan, semenjak Ibnu Malik dan teman-temannya menciptakan karya monumental yang seribu bait lebih itu hingga sekarang, ‘Amr selalu saja dipukuli oleh Zaid tanpa bisa melawan. Ya bagaimana mau melawan, lha wong pengarangnya memang sudah menyiapkan peran seperti itu bagi ‘Amr. Padahal kamu tau kan, ‘Amr itu baik banget dech sama aku. Kemarin saja dia sempat-sempatin mampir ke rumah hanya untuk mengantarkan buku Al-fiyahku yang tertinggal di kelas.
Namaku Hindun, malam ini aku tak bisa tidur. Aku sibuk membuat rencana untuk menyelamatkan ‘Amr. Tapi itu sangat berat, bukankah aku jarang disebut oleh Ibnu Malik dan kawan-kawan. Padahal, kalau tidak disebut, bagaimana mungkin aku bisa menolong ‘Amr. Mereka egois, bias jender, mentang-mentang aku perempuan, aku tidak bisa muncul dalam porsi yang sama banyak dengan laki-laki. Huh, memangnya laki-laki lahir dari mana kalau tidak dari bawah perut kaumku. Untung saat itu mereka tidak bertemu dengan para pejuang emansipasi. Terus terang aku tak habis pikir, apa sih salah ‘Amr hingga harus dipukul-pukul terus. Tidak manusiawi dong, jahat banget sih.
Namaku Hindun, pagi ini aku gak semangat berangkat sekolah. Kamu tahukan? Ini pelajaran bahasa, gurunya sih cakep, pak Purwanto namanya, rajin fitness, so macho gitu loh.., tapi ampun deh, pelajarannya itu loh yang bikin aku gak kuat nahan sedih. ‘Amr dipukul-pukul terus tanpa perlawanan. Oh ya, gimana kalau nanti aku usul supaya bacaannya dibalik saja, bukan ‘Amr yang dipukul, tapi gantian ‘Amr yang memukul Zaid. Enak bener tu orang dari dulu mpe sekarang mukul-mukul terus, emangnya ga capek? Capek dech….
Namaku Hindun, bel sudah berbunyi, aku segera masuk kelas..dan ternyata pak Pur sudah di dalam kelas, huh disiplin banget sih guru macho nih. Pak, saya mau usul, gimana kalau… ehm… gimana kalau nanti gantian ‘Amr yang memukul Zaid, kan adil, masa dari dulu Zaid terus yang mukul. Lho memangnya kenapa kalau Zaid yang memukul? Inikan cuma contoh, Zaid itukan hanya tokoh fiktif yang digunakan oleh kiai musonep untuk menggambarkan bentuk-bentuk kalimat supaya mudah dicerna, sama juga ‘Amr, jadi saya pikir tidak perlulah kita neko-neko mengganti susunan yang sudah ada di buku pegangan, gak ngaruh gitu loh. Tapi kan juga gak masalah pak kalau nanti susunannya diganti, kan juga gak garuh gituloh.. lagian kita-kita kan sudah bosen pak denger susunan model lama, nanti malah kita-kita ga bisa nangkep isi pelajarannya, kataku ngeyel. Tapi bukan wewenang saya untuk mengubah-ubah isi buku ini, nanti kualat lho sama kiai musonep, kita ini harusnya banyak-banyak bersyukur, sudah ada kiai musonep yang susah payah di barengi dengan tirakat menciptakan sebuah karya yang bisa kita pelajari ini, bayangkan coba kalau belum ada karangan sama sekali tentang pelajaran kita, susah jadinya, harus ngarang buku dulu, habis itu di ajukan ke penerbit. Ya kalau penerbitnya mau menerbitkan, kalau tidak? Mesti diprint dong, trus dikopi banyak-banyak, njilidnya juga bayar lagi sama mbak Nurul di karang, lha kalau mesin poto kopinya macet kayak kemarin-kemarin, gimana? Udah deh pokoknya syukuri saja keadaan ini, tugas kalian adalah belajar dengan baik, coba kamu Doni, sebutkan inti pelajaran minggu kemarin!! Pak.. interupsi ! kataku, bagaimana kalau bukunya tetap yang itu, cuma bapak bacaannya dibalik, ‘Amr memukul Zaid, bukan Zaid memukul ‘Amr, kan gampang pak, plis dunk pak, sekali aja… Kamu ini apa ndak mendengarkan kata-kata bapak tadi? Kan tadi bapak sudah bilang, itu bukan wewenang bapak, coba kamu pikir bila seseorang mengerjakan apa yang bukan menjadi wewenangnya, apa yang terjadi. Bayangkan bila setan itu kerjanya mengajak pada hal-hal yang baik-baik, terus siapa yang menghuni neraka nanti? Bayangkan pula bila ibu-ibu yang seharusnya memberikan ASI kepada bayinya tapi malah diserobot bapaknya? Terus bayinya malah diberi susu kambing dan sapi instan? Nah apa jadinya dunia nanti, bapak-bapak menjadi kekanak-kanakan, tiap hari minta susu ibu, terus minta dimandiin sama ibu, habis itu minta gendong sama ibu, bayangkan itu!!! Sementara bayinya berubah menjadi kedewasa-dewasaan, sukanya nonton film yang warnanya biru, main kuda-kudaan dengan pembantunya yang cewek itu, habis itu ngajakin karaoke..bayangkan. itu cuma berangkat dari satu hal, yaitu katika seseorang melakukan apa yang bukan wewenangnya. Paham kamu? Hayo Doni, apa pertanyaan bapak tadi? Tapi pak, bapak kok menerangkan yang bukan-bukan sih, aku mencoba menyela. Bapak tidak suka yang bukan-bukan, itu namanya murid tidak tahu sopan santun, murid itu seharusnya iya-iya, jangan bukan-bukan, apalagi kalau diperintah oleh gurunya. Paham kamu? Hayo Doni, sebutkan inti dari pelajaran minggu kemarin!
Namaku Hindun, pulang sekolah rasanya tubuhku lelah sekali. Aku sudah berusaha untuk membantu ‘Amr agar ia dibebaskan dari siksaan dipukul terus oleh Zaid. Tapi apa daya, pak Pur tidak manggubris usul-usulku, bahkan aku di ceramahi habis-habisan. Aku bingung bagaimana nanti kalau bertemu ‘Amr, dia pasti tidak akan mau menerima alasanku ini. Hm.. ‘Amr..’Amr! mungkin nasibmu memang sehitam kulitmu, meskipun kamu mengaku orang ibukota, tapi kulitmu memang tidak bisa bohong, bahwa kamu memang orang barat kali situ. Tapi meskipun kamu seperti itu, aku masih sayang kamu, makanya, minggu depan waktu pejaran pak Pur, aku akan berusaha untuk menyelamatkanmu lagi. Hari ini cukup sepuluh kali saja kamu dipukul oleh Zaid, dan aku bersumpah bahwa ini adalah yang terakhir kalinya Zaid berani memukulmu.
Namaku Hindun, iseng iseng aku berusaha memikirkan mengapa Zaid selalu memukul ‘Amr. Apa bapaknya seorang petinju? Atau ibunya nyidam tinju? Ah..aku tak bisa menemukan jawabannya. Oh ya, apa kira-kira dulu sewaktu kecil Zaid sering ditinju oleh bapaknya sehingga kini ketika remaja menjadi orang yang gemar meninju. Padahal bodinya juga ga gede-gede amat. Ah peduli setan sama Zaid, setan saja mungkin juga ga peduli.
Namaku Hindun, akhirnya aku menemukan jalan keluar dari masalah ini, ternyata gampang. Mulai sekarang aku akan menciptakan buku pegangan sendiri, yang kata-katanya kukarang sendiri, dimana Zaid selalu dipukul oleh ‘Amr. Hm.. rasakan kau Zaid, tibalah hari naasmu. Tapi buku ini juga hanya untukmu sendiri, bukan untuk siswa yang lain..! kata pak Pur tegas.

Jalan Kopi, 20 Juli 2010

*bahasa arab, artinya zaid memukul ‘amr, kalimat ini menjadi bentuk contoh standar dalam kitab-kitab linguistik yang diajarkan di pesatren-pesantren.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Dinding yang Berdetak

Atheis