Calon Lurah

Kawan, kini aku bukan lagi calon lurah karena tadi malam KPU mengumumkan kemenanganku. Jadi sebenarnya aku adalah lurah baru, bukan calon lurah. Tapi mengapa judulnya masih calon lurah? Yah biasa, politik pencitraan kata penasehatku. Pencitraan bagaimana maksud lo? Rakyat akan melihat bapak sebagai tokoh yang low profile, sebab sudah jelas menjadi lurah terpilih tapi masih saja mau mengatakan calon lurah, jawab penasehatku. Ya aku jadi paham, bukankah sejak semula aku memang harus selalu pura-pura untuk meraih suara pendukungku yang bodoh-bodoh itu.

Kawan, aku memang harus berterus terang padamu, tapi kau harus janji untuk tidak membongkar rahasiaku ini. Janji, kalau perlu sumpah pocong. Akan ku beritahu padamu hal-hal yang lucu yang tak pernah terpikirkan oleh para pendukung bodoh itu. Akan kuberitahu juga bagaimana aku menyuap pak bupati yang suka wanita itu. Bahwa ternyata aku berbohong tentang wanita yang ia tiduri beberapa hari menjelang coblosan itu, aku sendiri kadang harus lari ke kamar mandi untuk melepas tawaku supaya tidak dianggap gila. Sebab benar-benar lucu kawan. Kau tahu kan Tuminah? Iya Tuminah yang agak stress karena uangnya hilang disikat calo PNS enam bulan yang lalu. Tuminah memang sarjana, cantik, bahenol dan agak priyayi, tapi otaknya kan kurang satu ons. Nah Tuminah itu yang kusuruh tidur dengan bupati. Kamu tahukan betapa pandainya aku, tanpa modal sepeserpun bupati mau merestuiku sebagai lurah. Dan tuminah? Dia sangat senang, sebab ia sangat pengen deket dengan bupati, so, dia malah menawarkan diri untuk menjadi upetiku kepada bupati. Bahkan ketika aku pura-pura ogah mengikuti kemauannya, ia malah mau menyuapku dengan segepok uang, lumayan lho hampir lima juta rupiah plus tidur semalam dengannya. Tapi aku pilih uangnya saja, aku merasa masih sangat terhormat untuk meniduri orang stress seperti Tuminah.

Kawan, strategi tepuk lalat seperti itu paling tidak membuatku selangkah lebih maju dari dua pesaingku. Dulkamid, kiai yang sok suci dikampung ini kupikir adalah yang paling kuat sebagai musuh. Bayangkan ia memiliki banyak pengikut, bahkan pengajian-pengajian yang diadakannya cukup membuatnya menjadi penguasa massa secara de facto. Tapi untungnya juga Tuminah berhasil menjadi senjataku. Dulu, waktu Tuminah baru saja menderita strees, ia dibawa kepada Dulkamid untuk di obati dengan jampi-jampi. Tapi belakangan, aku berhasil memelintir fakta menjadi Tuminah di cabuli oleh Dulkamid dengan alasan mengobati sakitnya. Dan kau tentu tahu akibatnya beberapa minggu yang lalu, Dulkamid sempat berurusan dengan polisi walaupun akhirnya tidak terbukti, hahaha..aku berhasil membunuh karakter musuhku kata penasehatku.
Satu lagi pesaingku yang ku anggap sebagai penggenap saja, yaitu mantan lurah Bagjo. Dia sudah tua, tidak disukai orang-orang muda. Selalu melarang tanggapan organ tunggal dan dangdutan. Huh, dasar situa bangka. Apa dia itu lupa masa mudanya yang jelas-jelas tukang melarikan istri orang. Memang begitulah orang kalau sudah tua, ia selalu egois dengan melarang generasi muda untuk menikmati apa yang pernah di icipnya gumam penasehatku berupaya menenangkan diriku yang terbawa emosi hingga ke ubun-ubun bila ingat polah Bagjo.

Tapi kawan, ada satu hal lagi yang harus kukatakan padamu, dan yang satu ini, hanya kepadamulah aku mengatakannya. Penasehatku itu, mbah Jarmin, harus kusingkirkan juga. Kamu tahu, sudah lebih dari sebulan ini semenjak masa kampanye aku pisah ranjang dengan istriku. Bukan, bukan itu… aku bukannya sedang marah dengan istriku, dan dia juga tidak sedang marah denganku. Tapi mbah Jarmin itulah yang kurang ajar. Kau tidak paham? Apa perlu kukatakan dengan vulgar? Ah, dasar kau ini memang pura-pura tidak paham saja. Mbah Jarmin memintaku supaya ia dapat menggantikan posisiku sebagai suami selama masa kampanye. Dia bilang segala sesuatu pasti ada resikonya, dan nanti ketika aku menjadi lurah, maka aku akan bisa mendapatkan gantinya berpuluh-puluh kali lipat. Tapi sekarang bukankah aku yang berkuasa, dan mbah Jarmin yang telah memakai istriku selama waktu itu harus mendapatkan balasannya. Kau tahu kenapa aku hanya memberitahukan hal ini padamu? Karena kamulah yang akan kutugaskan untuk membereskan mbah Jarmin. Oh gampang…masalah harga kamu boleh menentukan sesukamu. Apa? Kamu juga ingin upah lain? Ah itu bisa kita bicarakan belakangan saja, kau kan temanku yang paling mengerti aku. Apa??? A..a..apakah aku tidak salah dengar??? Kau..ka..ka..kau juga ingin tidur dengan istriku…? Bajingan kau!!!!

Gedung Meneng, 15 Juli 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jam Dinding yang Berdetak

Dhoroba Zaidun ‘Amron*

Atheis