Saya tidak ingat betul kapan lagu Surti Tejo muncul, namun seingat saya, lagu ini rilis tahun 2000 atau 2001. Awalnya, ketika saya mengikuti lirik lagu ini, yang muncul adalah lirik-lirik jorok yang mengumbar suasana mesum. Namun bila ditelaah lebih lanjut, kekuatan lagu ini justru bukan pada aroma mesum lirik-liriknya, melainkan justru nilai kritisnya atas fenomena sekitar. Minimal ada tiga hal yang dapat saya tangkap dari suara serak kering vokalisnya, yaitu: Pendidikan Lagu ini mencoba melihat betapa rendahnya pendidikan masyarakat pedesaan. Kesan ini dapat kita lihat dalam lirik “..mereka saling mencinta sejak lulus SD”. Lirik ini bukanlah untuk menonjolkan panjangnya waktu pacaran yang dimulai sejak lulus SD,bukan pula mengeksplor kesetiaan seorang kekasih, tapi lebih menekankan kata “SD”, yang artinya memang itulah pendidikan tertinggi dari Surti dan Tejo. Makna inilah yang kemudian membantu untuk memahami poin kedua. Ekonomi Sebagai seorang lulusan SD saja, Tejo merantau ke kota...
Konsep ini telah lama mengakar di Indonesia, bahkan sudah dianggap asing oleh orang sendiri. Sebagian orang lain menuduh konsep ini sebagai bentuk kejawen yang sudah tak layak dipegangi oleh kita, bangsa modern. Namun mengikuti kuliah Dr AA Anwar Prabu Mangkunegara, saya teringat kembali konsep ini. Pak Anwar dalam kuliahnya menyampaikan suatu paradigma baru tentang SDM yang menurut saya lebih merupakan kemenangan manusia sebagai makhluk sosial. Bukankah dahulu, pada awal masa industri hingga beberapa puluh tahun belakangan, manusia hanya dianggap sebagai sebuah benda yang tidak ada bedanya dengan barang modal yang lain. Dan sekarang, paradigma itu telah diubah total. Berarti manusia telah menemukan kembali kemanusiaannya. Manusia telah kembali mengabdi pada kemanusiaan, bukan lagi mengabdi pada materi dan kekuasaan. Manusia telah ditempatkan kembali pada subyektifitasnya sebagaimana paradigma baru SDM mengatur tentang pola komunikasi “subyek-subyek”. Bukankah ini pula kemenangan Des...
Komentar
Posting Komentar