Hidup dalam Kematian dan Mati dalam Kehidupan Suatu catatan atas filsafat Mati sa Jeroning Urip


Kehidupan meniscayakan sebuah entitas dan eksistensi. Berbagai hal dilakukan manusia untuk menunjukkan eksistensinya. Mulai dari ekspresi diri untuk mendapat pengakuan hingga sebuah arogansi yang menuntut daku dari orang lain. Alangkah indahnya jika bentuk eksistensi tersebut tidak kita ungkapkan . Bukankah hidup dan mati hanya sebuah lakon, yang tanpa kita tunjukkan pun kita akan merasakannya. Alangkah sedihnya jika kita hanya bisa merasakan eksistensi kita dengan meluapkan ekspresi dan membutuhkan pengakuan dari orang lain. Ekspresi dan arogansi yang muncul dari seseorang hanyalah sebuah ketidak- percayaan diri akan eksistensinya sebagai makhluk hidup. Kepercayaan diri akan kehidupan dan keberadaan, akan menghilangkan kebutuhan berekspresi. Hidup dalam kematian adalah suatu anggapan dan way of life, yang menyarankan kita untuk hidup dalam kenafian dunia. Pengakuan orang lain, ekspresi, penghargaan dan sejenisnya tidak di butuhkan disini, bahkan justru sengaja dihilangkan. Semua dilakukan untuk menghindari lenyapnya hakikat kehidupan dari mata. Seorang yang hidup dalam kematian akan merasakan bahwa kehampaan pujian, penghargaan dan pengakuan orang lain sebagai suatu keindahan yang tiada tara. Ia telah kenyang dengan rasa hidup dan menghamba kepada sang tuan, hingga tidak butuh lagi akan pengakuan sesama manusia. Apa pula yang diharapkan oleh manusia dalam pengakuan orang lain? Tidak ada sama sekali. Mengapa kita marah ketika disinggung perasaan kita? Disakiti oleh orang lain? Dihina ? Bukankah kita tidak membutuhkan pujian? Bukankah pujian hanya sedap ditelinga saja? Bukankah pengakuan orang lain tidak membuat kita bertambah sempurna? Lantas mengapa kita kejar itu? Bukankah waktu kita hidup sangat terbatas? Untuk apa menghabiskan waktu yang sedikit hanya dengan mengharap hal-hal yang semu tersebut? Bukankah tanpa itu kita telah hidup? Bukankah tanpa itu kita bisa eksis? Bukankah tanpa ekspresi kita juga masih bisa bernapas?  Hiduplah dalam kematian karena itu membuat kita benar-benar merasakan hakikat kehambaan yang sejati. Kedamaian, kepuasan, kebahaagiaan dan kesejahteraan batiniah dicapai justru bukan melalui pengakuan orang lain. Buang jauh-jauh keinginan untuk mencari pengakuan….

 

 

Untuk mengenang pertemuan keluarga malam ini, 29 November 2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surti, Tedjo dan Pemerintah

Menyoal Bahasa